Banjir telah melakukan "kudeta" di ibukota. Akibatnya
berbagai aktivitas Jakarta dan sekitarnya menjadi lumpuh total. Pemerintah
tidak berdaya dan hanya bisa mengharapkan kesabaran dan ketabahan rakyat dalam
menghadapi bencana banjir. Bencana banjir selain diakibatkan oleh faktor cuaca
yang ekstrem juga disebabkan oleh rusaknya ekosistem DAS (Daerah Aliran
Sungai).
Bangsa ini sudah dilanda collective ignorance dan kehilangan kearifan dalam mengelola DAS. Berbagai undang-undang dan peraturan tentang lingkungan hanya menjadi macan kertas yang tidak pernah dijalankan secara konsisten. Penegakan hukum lingkungan yang antara lain mengenai ketentuan tentang sempadan sungai banyak dilanggar.
Bangsa ini sudah dilanda collective ignorance dan kehilangan kearifan dalam mengelola DAS. Berbagai undang-undang dan peraturan tentang lingkungan hanya menjadi macan kertas yang tidak pernah dijalankan secara konsisten. Penegakan hukum lingkungan yang antara lain mengenai ketentuan tentang sempadan sungai banyak dilanggar.
Wilayah Jakarta yang
dibelah oleh 14 sungai sudah seharusnya membutuhkan manajemen pengelolaan DAS
yang konsisten dan berkelanjutan. Rencana untuk membangun megaproyek kanalisasi
untuk mencegah banjir belum tentu berhasil membebaskan Jakarta dari sergapan
banjir jika masalah sempadan sungai tidak ditanganai secara tuntas. Begitupun,
banjir juga tidak bisa ditangani secara parsial di wilayah Jakarta saja, tetapi
harus menyangkut sepanjang DAS yang melewati propinsi Jawa Barat dan Banten.
Karena kehancuran
ekosistem DAS juga terjadi di daerah hulu. Hampir seluruh DAS yang ada di
propinsi Jawa Barat dan Banten dalam kondisi kritis, terutama DAS Citarum,
Ciliwung. dan Cisadane. Egoisme sektor kedaerahan dan buruknya koordinasi
wilayah menambah parah situasi.
Untuk itulah konsep
Megapolitan yang bermaksud memperluas koordinasi teknis dan integrasi kebijakan
pembangunan penyangga ibu kota sebaiknya segera diwujudkan dengan titik berat
kepada aspek lingkungan hidup. Ketidakberdayaan propinsi Jawa Barat dan Banten
untuk menghentikan laju deforestasi di wilayahnya akan berdampak lebih buruk
lagi di waktu mendatang.
Sempadan Sungai
Dibutuhkan tindakan tegas tanpa pandang bulu untuk melindungi dan membenahi zona sempadan sungai. Sempadan sungai merupakan kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai buatan, kanal, saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan untuk melindungi dari kegiatan yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai.
Kriteria sempadan sungai
terdiri dari: (a) Sekurang-kurangnya 100 meter di kiri-kanan sungai besar dan
50 meter di kiri- kanan anak sungai yang berada di luar pemukiman. Sesuai
dengan PP No 35 Tahun 1991 tentang Sungai. (b) Untuk sungai di kawasan
pemukiman lebar sempadan sungai seharusnya cukup untuk membangun jalan inspeksi
yaitu antara 10 sampai dengan 15 meter. Sesuai dengan PP No 35 Tahun1991.
Selain penegakan hukum
yang lemah, kerusakan sempadan sungai juga disebabkan oleh aspek land tenure
(penguasaan lahan). Aspek tersebut banyak melanggar Amdal untuk kegiatan
pembangunan di daerah lahan basah. Akibat lemahnya penegakan hukum terjadilah
kerusakan fungsi ekologis lahan basah yang berdampak erosi genetik dan
penurunan potensi.
Ada beberapa hal penting
yang perlu diingat sehubungan dengan ekosistem lahan basah. Antara lain,
Ekosistem lahan basah sesungguhnya memiliki potensi alami yang sangat peka
terhadap setiap sentuhan pembangunan yang merubah pengaruh perilaku air (hujan,
air sungai, dan air laut) pada bentang lahan itu. Ekosistem lahan basah
bersifat terbuka untuk menerima dan meneruskan setiap material (slurry ) yang
terbawa sebagai kandungan air, baik yang bersifat hara mineral, zat atau bahan
beracun maupun energi lainnya, sehingga membahayakan.
Ekosistem lahan basah
sesungguhnya berperan penting dalam mengatur keseimbangan hidup setiap
ekosistem darat di hulu dan sekitarnya serta setiap ekosistem kelautan di
hilirnya. Kerusakan DAS selama ini kurang ditangani secara serius. Hanya
dibenahi ala kadarnya saja, seperti dalam bentuk proyek pengerukan yang menelan
dana milyaran rupiah.
Proyek semacam itu
kurang efektif untuk menanggulangi bencana banjir atau kekeringan jika tidak
disertai dengan reklamasi total jalur sempadan sungai yang disertai dengan
gerakan budaya dan terapi psikososial. Banjir merupakan hukum karma akibat
lemahnya penegakan hukum lingkungan.
Zonasi Lahan Basah
Padahal, banjir di ibu
kota yang sudah menjadi tradisi itu mestinya bisa ditanggulangi secara teknis
geologis dan reklamasi lingkungan yang disertai dengan gerakan budaya mengelola
DAS secara arif. Namun, secara telanjang rakyat sering disuguhi oleh
inkonsistensi pemerintah dalam mengelola lingkungan hidup.
Saat ini pemerintah
boleh dibilang telah gagal menyeimbangkan keberadaan lahan basah untuk tetap
terjaga dan tidak dialihkan fungsinya guna mengurangi bencana banjir dan tanah
longsor. Zonasi terhadap Kepmeneg Lingkungan Hidup tentang lahan basah
seharusnya diterapkan secara kon sisten. Zonasi itu diterapkan berdasarkan
kekuatan air sungai dan air pasang.
Ekosistem lahan basah
sesungguhnya memiliki potensi alami yang sangat peka terhadap setiap sentuhan
pembangunan yang merubah pengaruh perilaku air (hujan, air sungai, dan air
laut) pada bentang lahan itu. Untuk itulah kewajiban pemerintah untuk
mendefinisikan secara tegas dan tanpa pandang bulu tentang zonasi yang ideal
dari lahan basah. Secara teori ekologis, kawasan yang harus dijaga dan
dipertahankan fungsinya meliputi:
Kawasan Resapan Air,
yaitu daerah yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan
sehingga merupakan akifer (tempat pengisian air bumi) yang berguna sebagai
sumber air. Perlindungan terhadap kawasan resapan air dilakukan untuk
memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah tertentu untuk
keperluan penyediaan kebutuhan kawasan yang bersangkutan.
Kriteria kawasan resapan
air adalah curah hujan yang tinggi, struktur tanah yang mudah meresapkan air
dan bentuk geomorfologi yang mampu mere-sapkan air hujan secara besar-besaran.
Sempadan Sungai, yaitu kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai
buatan, kanal, saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Perlindungan terhadap sempadan sungai
dilakukan untuk melindungi dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan
merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta
mengamankan aliran sungai.
Sempadan Pantai, adalah
kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan dan melindungi kelestarian fungsi pantai dari gangguan berbagai
kegiatan dan proses alam. Kawasan Sekitar Danau atau Waduk, adalah kawasan
tertentu di sekeliling danau atau waduk yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsinya. Kawasan Pantai Berhutan Bakau, yaitu
kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan bakau (mangrove) yang
berfungsi memberi perlindungan kepada perikehidupan pantai dan lautan.
Penulis adalah Pemerhati
Psikososial dan Kebijakan Lingkungan Hidup.
Kesimpulan
Pemerintah tidak berdaya dan hanya bisa mengharapkan kesabaran dan ketabajan rakyat dalam menghadapin bencana banjir. Selain di akibatkan oleh faktor cuaca yg ekstrim juga di sebabkan oleh rusaknya ekosistem DAS (daerah aliran sungai). Jadi agar terbebas dari banjir, maka kita patut harus menjaga&membersihkan daerah aliran sungai.
Sumber: http://psda.jatengprov.go.id/berita/2007/februari/060207-03.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar